SAHABAT OH
SAHABAT
Matahari
keluar dari persembunyiannya, semerbak aroma pagi meremuk tubuhku yang dingin.
Pagi-pagi sekali kulangkahkan kaki menuju tempat kuliah yang jarak cukup jauh
dari kediaman sementaraku. Sepanjang trotoar kakiku menghentak debu-debu yang
bergelut dengan raungan ratusan kendaraan memadati jalan-jalan kota. Rinai tak
mungkin hadir pagi ini, karena matahari jauh lebih terang darinya. Tapi, hatiku
tetap berharap bahwa rinai itu berkenan turun sebentar. “Kenapa harus begitu
yah?”, tanyaku sendiri dalam kepala.
Aku mencoba menjawab sendiri
pertanyaan yang menurutku konyol ini. Sambil kakiku terus melangkah,dan bibirku menggumam-gumam kecil. Akhirnya
langkah ini terhenti juga, dan si roda empat segera menyambut nafasku yang
terengah segera membawaku menuju tempatku menuntut ilmu sekarang.
Ya, memikirkan tempat kuliahku sama
artinya memancing diri untuk tertarik ke dalam suasana kaku dan membosankan.
Aku tak tau apa yang salah dari semua ini, keadaan kah? Waktukah? Atau aku
sendiri? Belum habis pertanyaanku ini, pertanyaan yang tadi kembali mencuat
dipikiranku. Mengapa aku harus mengharapkan rinai untuk sejenak turun dari
singgasananya? Untuk menjawabnya kucoba menghitung mundur waktu dari tempatku
sekarang berpijak sampai kepada memoar setahun yang lalu ketika aku di
madrasah. Oh, ternyata aku sedang rindu.
Dalam khayalku berkata “Inikah
duniamu sekarang yang membalikkan badanmu sangat jauh dari genggaman tanah
kelahiranmu sendiri, melemparkan pkiranmu jauh dari suasana berkawan?”. Sahabat oh sahabat, mengapa tak lagi berkawan
denganku, tak lagi berbagi cerita denganku? Lupakah engkau, atau aku yang
terlalu jauh? Atau begitu sibukkah kita?
Aku mengaharapkan rinai, agar ia menutupi
sejenak rinduku, tapi aku begitu naïf. Berharap seolah-olah waktu sedang
berjalan mundur, dan untuk sejenak berkenan menghadirkan kita kembali duduk di
dalam ruang kelas, bersama kursi-kursi kayu, papan tulis hitam dan putih,
rumput hijau madrasah kita serta baju putih abu-abu yang lekat di badan. Tak lupa pula suasana ribut di dalam kelas,
suasana gaduh saling mengejek, suara lantang ibu dan bapak guru. Saling tegur
sapa di jam istirahat yang masih sering kita sebut ‘keluar main’. Antrian yang
begitu ramai diseluruh kantin di madrasah, dan pastinya yang paling laris
kantin ‘Mama Daya’, hahaha. Aku tertawa
kecil dengan khayalanku itu, tanpa kusadari sudah lama rupanya air ini keluar
dari mataku begitu saja. Betapa kegilaan dan kekompakan kita semua takkan bisa
tergerus oleh suasana baru sekalipun. Kurindukan becandaan kita kawan,
kurindukan kejengkelan kita dengan kepala madrasah dan bapak ibu guru yang
sering member tugas kelewatan. Kurindukan suasana upacara yang khidmat.
Kurindukan keseriusan kita serta keletihan demi keletihan yang muncul
bertubi-tubi pada saat kita akan menghadapi ujian nasional 2013. Aku tak
percaya, begitu cepat waktu mengubah semuanya kawan.
Oleh : GreenMIND